TANTANGAN OTONOMI DAERAH DI ERA GLOBALISASI
Wahyu Eko Saputra (Manajemen – Ekonomi dan Bisnis ,Universitas Esa unggul)
Rismawati (Manajemen – Ekonomi dan Bisnis ,Universitas Esa unggul)
Annisa Marsida (Rekam Medis – Ilmu Kesehatan ,Universitas Esa unggul)
Abstract
In the economic field, reguonal autonomy on the one hand must ensure the smooth implementation of national economic policies in the regions, and on the other hand it is an opportunity for local governments to develop regional and local policies to optimize the utilization of economic potential in their regions. In this context, regional autonomy will allow the birth of various ideas for local governments to offer invesment facilities, facilitate the business licensing process and build various infrastructures that support economic cycles in their regions. Thus, reguonal autonomy will bring the community to a higher level of welfare from time to time. And lastly, in the socio-cuktural field, regional autonomy must be managed as well as possible in order to create and maintain social harmony and at the same time maintain local values that are considered conducive to the ability of the community to respond to the dynamics of life around them. Regional autonomy is also very closely relater to the globalization that has emerged in the 70s and 80s in the Uniter States. This means that globalization is no longer speaking at the level between countries that have no borders at all (state borderless) but has moved to a smaller level, namely an area, such as a province, district or city in a country. This raises serious problems that can become obstacles for decentralization and regional autonomy because it takes place in an era of globalization that is fast-paced, open and broad. In such a situation, the autonomy possessed by the regions will greatly determine the reguonal government in promoting development. Regional that are able to work efficiently will be able to maximize every opportunity offered by globalization so as to encourage regional development that provides welfare for its citizens.
Keywords : Regional Autonomy, Globalization, Economy, Free Market
ABSTRAK
Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu sisi harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan dilain sisi menjadi peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai gagasan pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perijinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Dan terakhir, di bidang sosial-budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat yang bersamaan memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan disekitarnya. Otonomi daerah juga sangat terkait erat dengan globalisasi yang telah muncul pada dekade 70-an dan 80-an di Amerika Serikat. Artinya, globalisasi sudah tidak lagi berbicara pada level antar negara yang tidak memiliki sekat sama sekali (state borderless) namun sudah bergerak ke level yang lebih kecil yakni suatu wilayah, seperti provinsi, kabupaten atau kota di sebuah negara. Hal ini memunculkan persoalan serius yang bisa menjadi ganjalan bagi desentralisasi dan otonomi daerah karena ia berlangsung dalam sebuah era globalisasi yang serba cepat, terbuka dan luas. Dalam situasi semacam itu, otonomi yang dimiliki oleh daerah akan sangat menentukan pemerintahan daerah dalam mendorong pembangunan. Daerah-daerah yang mampu bekerja secara efisien akan mampu memaksimalkan setiap peluang yang ditawarkan oleh globalisasi sehingga mampu mendorong pembangunan daerah yang memberikan kesejahteraan bagi warganya.
Kata kunci : Otonomi Daerah, Globalisasi, Perekonomian, Pasar bebas
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Otonomi dan globalisasi merupakan dua kata yang sama-sama mewakili satu kata, yaitu: tantangan!. Otonomi dan globalisasi adalah dua hal yang saling bertolak belakang jika ditinjau dari segi kepentingan nasional. Jika otonomi mewakili kepentingan masyarakat di daerah, maka sebaliknya globalisasi mewakili kepentingan masyarakat asing di luar negeri sana. Otonomi dan globalisasi, sekaligus merupakan dua hal yang saling melengkapi jika ditinjau dari segi peluang. Baik otonomi maupun globalisasi adalah sama-sama wahana untuk mewujudkan kesejahteraan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia terutama warga masyarakat yang miskin papa. Bahwa otonomi dan globalisasi merupakan tantangan sekaligus peluang. Tentu saja jika kita mampu menerapkannya dengan benar, konsisten, dan jujur.
Pada konteks pembangunan nasional, bangsa Indonesia menghadapi dua tantangan besar yakni globalisasi dunia sekaligus kemajuan daerah melalui otonomi daerah. "Wajah pembangunan Indonesia telah berubah sejak kedua hal itu menjadi sistem yang amat berpengaruh pada penataan sistem sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia, globalisasi dunia telah memaksa Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain di dunia dalam memanfaatkan kekayaan alam, perdagangan barang dan jasa, serta hubungan internasional pada umumnya. Sedangkan era otonomi daerah adalah formulasi baru konsep pembangunan yang didasarkan atas filosofi partisipasi pada era demokrasi saat ini. Artinya, otonomi daerah memberikan ruang yang lebih luas bagi daerah untuk membangun daerahnya sendiri maupun berperan lebih jauh dalam pembangunan nasional pada umumnya. Menghadapi kondisi masalah tersebut negara harus mendesain ulang prioritas pembangunan Indonesia, dengan memprioritaskan pada pembangunan sumber daya manusia serta dalam sistem perekonomian indonesia agar dapat bersaing dimancanegara.
1.2 Rumusan Masalah
Era globalisasi menuntut setiap pelaku ekonomi untuk meningkatkan kemampuan bersaing, baik dalam memproduksi, memasarkan, maupun menerobos pasar yang batas-batasnya semakin tidak jelas, serta dalam suatu kerangka persaingan yang sangat kompetitif.
Demikian pula era otonomi daerah harus selaras dengan kecenderungan era globalisasi. Otonomi daerah tidak boleh paradoks dengan kecenderungan globalisasi, apabila sistem ekonomi Indonesia ingin selamat dari terpaan globalisasi ekonomi dunia.
Dalam perjalanannya, penerapan otonomi daerah belum seiring dengan semangat yang terkandung dalam UU No 22/1999. Hal ini tercermin dengan belum optimalnya kinerja pemerintah daerah karena munculnya perda-perda berupa pajak dan retribusi yang menimbulkan biaya tinggi sehingga mengurangi daya saing.
Implementasi kebijakan otonomi daerah dalam rangka menjawab tuntutan local dan desakan kecenderungan arus global, perlu dicermati mengingat kondisi masa transisi yang labil dan potensi konflik horizontal dapat menjadi kerusuhan massal dan perpecahan bangsa.
Masa transisi yang labil memerlukan rekonsiliasi elit yang diikuti dengan pemulihan ekonomi dan politik sampai tingkat local. Kekhawatiran tersebut mengingat selama ini kita tidak terbiasa berbeda pendapat dan beragumen secara baik, yang sering kita alami adalah realitas perbedaan pendapatan dan arogansi kekuasaan.
Oleh karena itu, tujuan dan fokus dari kebijakan perdagangan adalah bagaimana membangun daya saing berkelanjutan dari produk-produk Indonesia di pasar internasional yang dilandasi oleh kompetensi inti yang didukung oleh seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia secara tersinergi baik sektoral maupun dengan seluruh kabupatenkota.
Pada era perdagangan bebas ini, kebijakan perdagangan lebih difokuskan pada penurunan tarif bea masuk dan penghapusan nontarif. Kebijakan perdagangan ini dimulai dengan diberlakukannya AFTA pada 2002 yang dicetuskan pada 1992 serta deklarasi pimpinan APEC pada 1994. Kebijakan tersebut tertuang dalam paket-paket deregulasi yang berisikan penurunan tarif impor dan penghapusan hambatan nontarif. Kebijakan perdagangan pada masa krisis, banyak dipengaruhi oleh kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) atau disebut letter of intent (LoI), yang membawa arah pada mekanisme pasar yang diharapkan mampu membawa perdagangan lebih efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Dengan terus membaiknya kondisi perekonomian secara makro kebijakan perdagangan difokuskan kepada Kebijakan Exit Program Pasca LoI IMF, dan kebijakan penguasaan pasar yang adil.
1.3 Metode
Otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri, yang berarti pengambilan keputusan sendiri dan pelaksanaan sendiri kepentingan masyarakat setempat. Dengan demikian demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untu. rakyat dapat dicapai. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri Pelaksanaan pemerintahan daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat luas memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis dan dapat merubah perkonomian serta pendidikan untuk mencapai tujuan etonomi daerah dalam rangka menuju pada pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam teori dan praktek pemerintahan modern diajarkan bahwa untuk menciptakan the good governance perlu dilakukan desentralisasi pemerintahan. Good governance menunjuk pada proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, dan politik serta pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia untuk kepentingan semua pihak, yakni pemerintah, pihak swasta dan rakyat dalam cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Good governance merupakan kecenderungan global dan tuntutan dalam sistem politik yang demokratis.
Terdapat beberapa elemen penting dari otonomi daerah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya pencapaian kepemerintahan yang baik (good governance), diantaranya adalah:
1. Otonomi berhubungan erat dengan demokratisasi (khususnya grass roots democracy).
2. Dalam otonomi terkandung makna self-initiative untuk mengambil keputusan dan memperbaiki nasib sendiri.
3. Karena dalam konsep otonomi terkandung kebebasan dan kemandirian masyarakat daerah untuk mengambil keputusan dan berprakarsa, berarti pengawasan atau kontrol dari pemerintah pusat tidak boleh dilakukan secara langsung yang dapat mengurangi kebebasan masyarakat daerah, atau menjadikan beban bagi daerah.
4. Daerah otonom harus memiliki power (termasuk dalam sumber-sumber keuangan) untuk menjalankan fungsi-fungsinya, memberikan pelayanan publik serta sebagai institusi yang mempunyai pengaruh agar ditaati warganya.
5. Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intern, akan tetapi juga faktor ekstern.Dapat dikatakan bahwa good governance menunjuk pada proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
Good governance merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu harusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
1.4 Pembahasan
Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “autos” yang berarti “sendiri”, dan “nomos” yang berarti “aturan”. Sehingga otonomi diartikan pengaturan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri.22 Dalam Undang-Undang No32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Otonomi Daerah sering disamakan dengan kata desentralisasi, karena biarpun secara teori terpisah namun dalam praktiknya keduanya sukar dipisahkan. Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedang otonomi daerah menyangkut hak yang mengikuti. Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan desentralisasi adalah wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota, melalui cara dekonsentrasi antara lain pendelegasian kepada pejabat di bawahnya maupun pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan daerah, sedang otonomi daerah yang merupan salah satu wujud desentralisasi, adapun dalam arti luas, otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Pengertian otonomi daerah sendiri adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundanga Pasal 1 ayat 5 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasan daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1 ayat 5 UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
The Liang Gie menyebutkan ada beberapa alasan ideal dan filosofis diseleng garakannya desentralisasi pada pemerintahan daerah otonomi daerah. 25 Mencegah penumpukan kekuasaan yang pada akhirnya menyebabkan tirani, sebagai tindakan pendemokrasian, melatih rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih dalam menggunakan hak-hak dalam berdemokrasi, mencapai pemerintahan yang efisien, kebijakan yang sesuai dengan daerah setempat, untuk ada perhatian berlebih dan khusus dalam menjaga serta mempertahanakan kultur, ciri khas suatu daerah, baik itu segi geografis, ekonomi, kebudayaan dan latar belakang sejarah agar kepala daerah dapat secara langsung melakukan pembangunan di daerah tersebut.
Seluruh pemerintah daerah harus menata seluruh elemen otonomi daerah,agar indonesia tidak menjadi menonton dalam era persaingan bebas dalam bisnis global terutama pembangunan dan menggali sumber daya alam disuatu daerah.
Kecenderungan bisnis global membawa beberapa hal baru seperti keterkaitan secara global, liberalisasi perdagangan dan blok perdagangan, transnasionalisasi informasi, perkembangan teknologi yang cepat, meningkatnya kesadaran akan nilai-nilai universal, serta munculnya isu baru di bidang perdagangan. Adapun, kemunculan hal-hal di atas, dapat menjadi peluang sepanjang mampu menyesuaikan diri, namun bagi yang tidak siap akan sebaliknya yaitu menjadi ancaman. Sayangnya, di saat Indonesia harus dihadapkan pada suasana persaingan yang semakin keras sebagai dampak globalisasi tersebut, ternyata peringkat daya saing Indonesia di pasar internasional terus merosot sebagaimana yang dinyatakan oleh World Economic Forum (WEF).
Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan sektor perdagangan di Indonesia semakin rumit karena di saat daya saing merosot dan investasi sangat rendah ternyata banyak produk impor masuk secara ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri, sehingga posisi produk dalam negeri semakin terjepit.Tidak heran, Menperindag melakukan serangkaian tata niaga seperti gula, beras dan garam sebagai upaya untuk menghadapi serbuan produk dari asing yang berujung pada kerugian petani. Apesnya lagi, Deperindag dan aparat Bea Cukai kemudian harus kebobolan ratusan ribu ton gula ilegal yang merembes lewat jaringan organisasi yang cukup kuat. Keadaan semakin dipersulit akibat sistem distribusi yang belum efisien yang ditandai dengan tingginya rasio biaya logistik terhadap nilai tambah, kurang mampunya para eksportir untuk menembus negara tujuan ekspor secara langsung, rendahnya kemampuan para eksportir dalam melakukan market intelligence, promosi, kerja sama (aliansi) dengan mitra internasional, serta bermunculannya standar teknis perdagangan (technical barrier to trade) dan ketentuan mengenai kesehatan, keamanan, keselamatan. Kesemua itu menambah beban serta mempersulit produk-produk Indonesia untuk melakukan penetrasi ke pasar internasional. Untuk dapat melaksanakan hal-hal tersebut di atas, maka strategi pengembangan perdagangan akan dilakukan dengan pendekatan terintegrasi dan efisien, melalui pengelolaan permintaan (demand management), serta pemanfaatan secara optimal pengelolaan sumber daya produktif (resource management).
Strategi ini akan didukung oleh pengelolaan jaringan (networking management) yang efisien dan efektif, pengembangan instrumen perdagangan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, serta pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik yang menunjang.
Dalam rangka mengimplementasikan strategi yang dimaksud, sasaran pembangunan sektor perdagangan dalam negeri untuk jangka menengah adalah membangun sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif dengan pendekatan supply chain (komoditi strategis), pengamanan pasar dalam negeri, pemberdayaan produksi dalam negeri, peningkatan peran kelembagaan, dan peningkatan sarana serta instrumen perdagangan. Untuk jangka panjang yang akan dilakukan yaitu meningkatkan perdagangan jasa di dalam negeri yang bersaing di pasar internasional, serta membangun merek dagang nasional yang dapat menerobos pasar internasional.
Sektor Industri di tangan Deperindag cenderung mengutamakan industri berbasis lokal seperti perkapalan, otomotif, serta agrobisnis.Untuk mendukung produk industri berbasis agro, pokok-pokok rencana aksi jangka menengah yang akan dilakukan adalah memfasilitasi dunia usaha untuk melakukan promosi ekspor, mendapatkan pendanaan melalui skema resi gudang dengan agunan komoditas, memberikan kepastian kualitas, kuantitas dan harga dengan menggunakan sarana pasar lelang komoditas agro.Sedangkan untuk industri alat angkut, pokok-pokok rencana aksi yang akan dilakukan yaitu mengembangkan bursa komponen buatan dalam negeri dan kerja sama dengan luar negeri dalam penetrasi pasar.
Selain itu, untuk mendukung pemasaran produk kelautan prioritas, maka pokok-pokok rencana aksi yang akan dilakukan dalam jangka menengah adalah menyediakan fasilitasi sarana distribusi, cold storage, cool box dan pabrik es mini, pengawasan standar impor, dan promosi produksi olahan.
Untuk mencapai target peningkatan perdagangan dalam negeri, pokok-pokok rencana jangka menengah adalah membangun sistem distribusi yang efisien dan efektif, menyempurnakan perangkat peraturan dan mendorong pelaku usaha/asosiasi untuk membentuk lembaga sertifikasi dan akreditasi tenaga jasa profesi; membangun proyek percontohan sistem distribusi yang efisien dan efektif dengan pendekatan supply chain. Di samping itu diperlukan pembentukan kelembagaan perlindungan konsumen, menyusun sistem pengawasan barang beredar dan jasa, melakukan kampanye, promosi, dan sosialisasi penggunaan produksi dalam negeri.
Upaya lainnya, membangun sarana perdagangan yang dapat mempromosikan hasil produksi wilayah perbatasan; membangun basis-basis produksi sesuai dengan potensi daerah dan kebutuhan negara tetangga; penataan kembali peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan UU-Metrologi Legal; membentuk kelembagaan pengelola sentra dana berjangka dan penasihat; serta membangun pasar lelang regional.
Tantangan utama era keterbukaan ekonomi adalah terjadinya peningkatan persaingan ekonomi antarnegara. Menghadapi tantangan seperti itu, maka hampir semua negara di dunia dipacu untuk bekerja lebih keras. Karena era keterbukaan ekonomi diperkirakan akan menyebabkan terjadinya lonjakan pemindahan kegiatan ekonomi ke negara-negara sedang berkembang, maka negara-negara industri maju sangat khawatir terhadap dampak ketenagakerjaannya. Sebaliknya, karena perekonomian negara-negara sedang berkembang masih diliputi oleh berbagai bentuk inefisiensi, maka mereka pada umumnya sangat cemas mengenai kemampuan sektor dunia usahanya dalam menghadapi persaingan.
Perubahan masyarakat yang sangat cepat oleh arus globalisasi mengakibatkan beberapa implikasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Perubahan yang sangat cepat didukung oleh meningkatnya arus globalisasi pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa perubahan. Pertama, perekonomian akan semakin terbuka dengan meningkatnya arus globalisasi, kedua pergeseran pengendalian dan penguasaan modal dari pemerintah ke swasta akan semakin meningkat, ketiga peranan pemerintah daerah di masa depan akan semakin besar dengan makin kuatnya gerakan desentralisasi.
Perubahan-perubahan di atas tentu akan berakibat terjadinya pergeseran-pergeseran dan tuntutan-tuntutan baru dalam hubungannya dengan peranan dan fungsi aparatur pemerintah disegala sektor baik pusat maupun di daerah. Sehingga muncul kecenderungan permasalahan dalam administrasi publik sebagai akibat tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam memperlancar tercapainya tujuan pembangunan. Permasalahan tersebut pada hakekatnya adalah tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah.
1.5 Kesimpulan
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Peraturan-peraturan yang di wewenangkan pada pemerintah daerah juga mengenai peraturan perekonomian. Perekonomian pemerintah daerah bisahasilkan melalui potensi daerah masingmasing. Otonomi daerah ini juga sudah diatur dalam undang-undang negara republik indonesia no 32 tahun 2004 dan no 23 tahun 2014.
Daftar Pustaka
Arzil. 2016. Tantangan Globalisasi Bagi Daerah. Telematika
Rifai, Maulana. 2017. Otonomi Daerah Dan Globalisai. Karawang: Jurnal Politikus indonesiana.
Wicaksono, Kistian Widya. 2012. Problematika Dan Tantangan Desentralisasi Di Indonesia. Bandung: Mendeley.
Murjana, I Made. 2016 Pelaksanaan Dan Permasalahan Otonomi Daerah Menuru UU No. 32 Tahun 2004. Mataram.
Rumokoy, Nike k. 2010. Problematika Peraturan Daerah Antara Tantangan Dan Peluang Berinvestasi Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Hukum Unsrat.
Widjaja.2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.